Menu

PT BESTPROFIT FUTURES JAMBI

Gerindra Anggap Fatwa MUI soal Media Sosial Tak Diperlukan

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mudjahid. (Dok. DPR)
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodik Mudjahid. (Dok. DPR)

Pasalnya, soal kebohongan, hate speech dan fitnah, memang sudah dilarang oleh agama.?

Bestprofit - Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid terbitnya Fatwa Majelis Ulama Indonesia nomor 24 tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman bermuamalah melalui media sosial tidak diperlukan. Sebab, soal kebohongan, hate speech dan fitnah, memang sudah dilarang oleh agama.‎

‎"Perkara-perkara yang sudah sangat amat jelas kedudukannya dalam Al-Quran dan Hadits seperti larangan berdusta, larangan fitnah, larangan menyebarluaskan kebencian baik langsung atau dalam medsos tidak perlu lagi Fatwa MUI," kata ‎Sodik dihubungi suara.com, Jakarta, Selasa (6/6/2017).

Katanya, MUI hanya perlu secara sistematis dan intensif melakukan edukasi dan sosialisasi tentang kedudukan hal hal tersebut dalam alquran dan sunnah, serta memberikan edukasi utk mematuhi tuntutan Al-Quran dan Sunnah.

‎"Kegiatan edukasi ajaran-ajaran islam ini yang harus semakin ditingkatkan mutu dan metodologinya oleh MUI dan ormas-ormas Islam agar ummat semakin faham dan semakin patuh kepada nilai-nilai ajaran Islam baik yang sudah difatwakan dalam Alquran dan Hadits terutama yang difatwakan oleh MUI. Tanpa edukasi yang sistematis dan intensif maka fatwa-fatwa MUI hanya akan sebatas wacana dan ilmu saja bahkan akan diabaikan," kata Politikus Partai Gerindra ini.

Untuk diketahui, Majelis Ulama Indonesia meluncurkan fatwa hukum dan pedoman dalam beraktivitas di media sosial di gedung Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Senin (5/6/2017).

Peluncuran Fatwa MUI nomor 24/2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial secara resmi dilakukan oleh Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin dengan memberikannya secara simbolik kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Asrorun Niam Sholeh menyampaikan pengantar dan pembacaan Fatwa MUI yang telah ditetapkan pada 13 Mei 2017.

Fatwa tersebut, di antaranya menyatakan haram bagi setiap Muslim dalam beraktifitas di media sosial melakukan ghibah (menggunjing), fitnah (menyebarkan informasi bohong tentang seseorang atau tanpa berdasarkan kebenaran), adu domba (namimah) dan penyebaran permusuhan.

MUI dalam fatwa tersebut mengharamkan setiap muslim melakukan bullying, ujaran kebencian dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar-golongan.

Kemudian, fatwa itu mengharamkan bagi setiap muslim untuk menyebarkan kabar bohong (hoax) dan informasi bohong, menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan dan segala hal yang terlarang secara syari dan menyebarkan konten yang benar namun tidak sesuai tempat dan waktu.

MUI dalam fatwanya juga menyatakan memproduksi, menyebarkan dan atau membuat dapat diaksesnya konten atau informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram.

Mencari-cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang lain atau kelompok hukumnya haram, kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan syari.

MUI menyatakan haram memproduksi dan menyebarkan konten informasi yang bertujuan membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dan tujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayak.

Selain itu, MUI menegaskan haram menyebarkan konten pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik, seperti pose yang mempertontonkan aurat, hukumnya haram.

Begitu pula aktivitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntingan, baik ekonomi maupun non ekonomi hukumnya haram, termasuk didalamnya orang yang menyuruh, mendukung, membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.

Ketua Umum MUI KH Maruf Amin dalam kesempatan tersebut mengatakan, fatwa tersebut sangat penting sebagai upaya para ulama dalam mengantisipasi perkembangan media sosial.

"Jadi, penggunaan medsos secara merusak menimbulkan bahaya. Keruskan itu harus ditolak, bahaya itu harus dihilangkan. Langkah yang kami ambil maka kita menerbitkan fatwa. Bisa disebut fatwa muamalah medsosiah, tidak mungkin menghindari medsos. tapi bagaimana mencegah kerusakan," katanya.

Menkominfo Rudiantara menyambut baik terbitnya fatwa tersebut dan diharapkan dengan adanya fatwa tersebut umat Islam dapat menggunakan media sosial secara baik dan bijak. Bestprofit

Go Back

Comment